Hallo sahabat semuanya berikut ini ada beberapa tips yang harus kita lakukan agar menjadi guru yang di senangi muird, tidak hanya disenangi tetapi juga harus releva dengan peerkembangan zaman , apalagi zaman saat ini generasi Z yang sudah terlihat bahwa mereka memiliki pemikiran yang kritis akibat dampak teknologi yang semakin maju untuk generasi Z saat ini. Menjadi seorang guru di era digital bukanlah tugas yang mudah. Guru kini tidak hanya dituntut untuk menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga menjadi fasilitator, motivator, dan inspirator bagi generasi yang lahir dan tumbuh bersama teknologi. Generasi Z dan generasi Alpha adalah anak-anak yang sejak kecil sudah akrab dengan gawai, internet, dan media sosial. Mereka memiliki cara belajar yang berbeda dibanding generasi sebelumnya: cepat, praktis, visual, serta sangat kritis terhadap informasi.
![]() |
Gambar Ilustrasi Guru Sedang Mengajar |
Dalam konteks ini, guru yang ingin disenangi murid sekaligus relevan dengan perkembangan zaman harus mampu beradaptasi. Teknologi bukan lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi kebutuhan dalam dunia pendidikan. Pengajar yang bijak adalah mereka yang mampu menggabungkan metode klasik dengan teknologi modern sehingga tercipta suasana pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, sekaligus efektif.
Guru dan Tantangan Era Digital
Perkembangan teknologi menghadirkan tantangan tersendiri bagi guru. Jika dulu
murid lebih banyak bergantung pada guru untuk mendapatkan informasi, kini
mereka dapat menemukan berbagai pengetahuan hanya dengan sekali klik.
Akibatnya, peran guru bukan lagi sebagai "sumber utama informasi",
melainkan sebagai "penyaring" dan "pendamping" agar murid
mampu menggunakan informasi secara bijak.
Selain itu, banyak murid kini lebih tertarik pada konten visual interaktif, seperti video singkat, animasi, hingga simulasi berbasis aplikasi. Guru yang masih bertahan dengan metode ceramah satu arah berpotensi ditinggalkan murid. Oleh karena itu, seorang pendidik harus kreatif memanfaatkan teknologi sebagai alat bantu agar proses belajar mengajar lebih hidup.
Mengapa Guru Berbasis Teknologi Dibutuhkan?
1. Generasi Z dan Alpha Melek Digital
Mereka terbiasa dengan smartphone, media sosial, dan aplikasi edukatif. Guru
yang mampu memanfaatkan media tersebut akan lebih mudah diterima.
2. Pembelajaran Lebih Menarik
Menggunakan video pembelajaran, kuis interaktif, atau aplikasi simulasi membuat
materi lebih mudah dipahami.
3. Mendorong Kreativitas Murid
Teknologi memberi ruang bagi siswa untuk mencipta, bukan hanya menerima. Mereka
bisa membuat presentasi digital, vlog edukasi, atau proyek kolaboratif online.
4. Relevansi dengan Dunia Nyata
Kehidupan di luar sekolah sarat dengan teknologi. Jika pembelajaran di sekolah
juga berbasis teknologi, maka murid merasa lebih siap menghadapi dunia nyata.
Strategi Menjadi Guru Berbasis Teknologi yang Disenangi Murid
1. Tunjukkan Kepedulian dengan Sentuhan Digital
Guru yang peduli tetaplah kunci utama. Bedanya, kini kepedulian juga bisa
ditunjukkan melalui teknologi. Misalnya dengan mengirimkan pesan motivasi lewat
grup kelas online, atau memberikan komentar positif pada tugas digital murid.
2. Gunakan Media Interaktif
Alih-alih hanya menjelaskan lewat papan tulis, coba gunakan PowerPoint
interaktif, video YouTube edukasi, aplikasi Kahoot, atau Mentimeter untuk kuis
kelas. Murid biasanya lebih antusias jika diajak bermain sambil belajar.
3. Variasi Metode Mengajar
Gabungkan metode diskusi, studi kasus, game edukatif, hingga project-based
learning. Dengan teknologi, variasi ini semakin mudah diterapkan. Contohnya,
murid dapat membuat blog kelas, presentasi digital, atau kolaborasi menggunakan
Google Docs.
4. Tegas tapi Fleksibel
Guru berbasis teknologi tetap perlu aturan. Misalnya, menetapkan kapan murid
boleh menggunakan gawai dan kapan harus fokus mendengarkan. Namun fleksibilitas
juga penting, seperti mengizinkan siswa mencari referensi tambahan secara
online saat pembelajaran.
5. Memberikan Feedback Cepat
Teknologi memungkinkan guru memberi umpan balik secara cepat. Misalnya, hasil
kuis online langsung keluar nilainya. Selain itu, guru bisa menulis catatan
khusus di dokumen digital siswa sehingga mereka tahu apa yang harus diperbaiki.
6. Jadi Diri Sendiri dengan Sentuhan
Modern
Murid menghargai guru yang otentik. Tidak perlu memaksakan diri mengikuti tren
anak muda secara berlebihan. Cukup gunakan teknologi dengan cara yang nyaman,
tetapi tetap relevan. Misalnya, seorang guru matematika bisa membuat channel
YouTube sederhana untuk berbagi tips berhitung.
Relevansi dengan Perkembangan Generasi Z
dan Alpha
Generasi Z dikenal kritis, mandiri, dan cenderung tidak sabar dengan metode
lama yang membosankan. Sementara generasi Alpha bahkan lebih digital native
karena sejak bayi sudah akrab dengan teknologi.
Oleh karena itu, guru harus mampu:
- Mengaitkan materi dengan kehidupan nyata yang dekat dengan mereka.
- Membiarkan murid berperan aktif, misalnya dengan membuat konten digital
sebagai bagian dari tugas.
- Menggunakan bahasa visual karena mereka lebih cepat menyerap informasi
melalui gambar, infografis, atau video.
Tips Praktis Agar Disenangi Murid
1. Gunakan aplikasi belajar populer yang sudah dikenal murid.
2. Sesekali biarkan siswa menjadi “guru kecil” dengan menjelaskan materi lewat
presentasi digital.
3. Buat “signature” khas dalam gaya mengajar, misalnya selalu membuka kelas
dengan pertanyaan interaktif online.
4. Jangan hanya memberi nilai angka, tetapi juga komentar personal di platform
digital.
5. Bangun keakraban dengan sesekali berbagi cerita atau humor lewat media yang
mereka sukai.
Refleksi:
Menjadi Guru Zaman Sekarang
Menjadi guru berbasis teknologi memang penuh tantangan, tetapi juga peluang.
Tantangan karena guru harus terus belajar, keluar dari zona nyaman, dan
beradaptasi dengan teknologi baru. Namun peluangnya luar biasa: proses belajar
jadi lebih menarik, murid lebih terlibat, dan guru bisa meninggalkan jejak
positif di hati siswa. saya akan cerita sedikit sekarang
Saya masih ingat saat pertama kali mencoba menggunakan teknologi di kelas. Murid-murid saya, yang sebagian besar dari generasi Z, terlihat lebih antusias ketika saya memutar video singkat dari YouTube untuk menjelaskan sebuah konsep. Mata mereka yang tadinya tampak lelah setelah belajar seharian, tiba-tiba berbinar. Sejak saat itu, saya menyadari bahwa teknologi bukanlah pengganti guru, melainkan jembatan untuk mendekatkan pelajaran kepada dunia mereka.
Ada satu pengalaman yang sangat berkesan. Saat itu saya mengajar materi sejarah yang biasanya dianggap membosankan. Alih-alih hanya berceramah, saya membuat kuis interaktif menggunakan aplikasi Kahoot. Murid-murid begitu bersemangat, bahkan yang biasanya pendiam ikut angkat tangan untuk menjawab. Mereka saling tertawa, bersorak, dan pada akhirnya justru lebih mudah mengingat fakta sejarah karena suasana yang menyenangkan. Di akhir pelajaran, salah satu murid berkata, “Pak, baru kali ini belajar sejarah rasanya kayak main game, ternyata asik juga ya.” Kalimat sederhana itu membuat saya semakin yakin: menjadi guru yang disenangi murid bukan soal berusaha terlihat keren, tetapi tentang menghadirkan pembelajaran yang bermakna bagi mereka.
Namun, perjalanan ini tentu tidak selalu mudah. Ada kalanya koneksi internet bermasalah, atau aplikasi yang saya gunakan tiba-tiba error di tengah kelas. Di momen-momen seperti itu, murid-murid justru belajar bersama saya untuk bersabar, beradaptasi, dan mencari solusi. Saya melihat bahwa teknologi juga bisa menjadi sarana menumbuhkan karakter: sikap pantang menyerah, kreatif, dan kolaboratif.
Seiring waktu, saya mulai membangun “ciri khas” saya sebagai guru berbasis teknologi. Misalnya, setiap akhir pertemuan saya selalu meminta murid menuliskan refleksi singkat melalui Google Form. Saya membaca satu per satu jawaban mereka, lalu menyesuaikan metode mengajar di pertemuan berikutnya. Ternyata, murid merasa dihargai karena pendapat mereka didengarkan. Dari situ saya sadar, teknologi memberi saya kesempatan untuk lebih dekat dengan murid, bukan malah menjauh.
Menjadi guru yang disenangi murid berbasis teknologi artinya saya tidak hanya mengajar lewat layar atau aplikasi, tetapi juga menumbuhkan rasa peduli melalui alat digital. Ketika seorang murid kesulitan memahami materi, saya bisa mengirimkan video tambahan yang bisa ia pelajari di rumah. Ketika ada murid yang kurang percaya diri, saya memberinya tugas kreatif berupa pembuatan infografis atau video pendek—bukan hanya menulis esai. Dengan begitu, setiap murid punya ruang untuk bersinar sesuai minat dan gaya belajarnya.
Kini, setelah beberapa tahun mencoba, saya melihat perbedaan besar dalam interaksi dengan murid. Mereka tidak lagi menganggap saya “guru zaman lama” yang hanya menyuruh mencatat di papan tulis. Mereka melihat saya sebagai guru yang mau belajar bersama mereka, menggunakan bahasa dan alat yang akrab di keseharian mereka. Inilah yang membuat hubungan kami lebih hangat: saya bukan hanya pengajar, tetapi juga pendamping yang memahami dunia mereka.
Refleksi ini mengajarkan saya satu hal penting: murid tidak mencari guru yang sempurna, tetapi guru yang mau beradaptasi. Dengan teknologi, saya bisa lebih mudah masuk ke dunia mereka, mengemas materi agar lebih relevan, dan menghadirkan kelas yang menyenangkan. Dan pada akhirnya, inilah yang membuat saya merasa pekerjaan saya sebagai guru benar-benar bermakna.
Seorang guru sejati adalah pembelajar sepanjang hayat. Teknologi hanyalah alat; kunci utamanya tetap pada hati dan kepedulian seorang pendidik. Jika guru mampu menggabungkan keduanya, maka ia bukan hanya akan disenangi murid, tetapi juga dihormati dan dikenang sepanjang hidup mereka.
Kesimpulan
Guru berbasis teknologi yang disenangi murid bukanlah guru yang sekadar pandai
menggunakan aplikasi. Lebih dari itu, ia adalah sosok yang peduli, kreatif,
fleksibel, dan mampu membuat pembelajaran terasa bermakna. Dengan memanfaatkan
teknologi, guru dapat menghadirkan suasana belajar yang relevan dengan generasi
Z dan Alpha, sekaligus membangun hubungan yang erat dengan murid.
Maka, menjadi guru yang relevan dengan zaman berarti mau belajar, beradaptasi, dan berinovasi. Dunia pendidikan selalu berubah, dan guru yang mampu berubah bersama zaman adalah mereka yang akan selalu dinanti dan disenangi muridnya
Menjadi pengajar yang disukai murid bukan berarti kamu harus memanjakan mereka, tapi menghormati mereka sebagai manusia yang sedang tumbuh dan belajar. Kalau kamu bisa jadi guru yang peduli, adil, relevan, dan menyenangkan tanpa kehilangan wibawa, dijamin bukan hanya murid yang senang—kamu juga akan merasa pekerjaanmu sangat worth it.
Comments
Post a Comment